top of page
Search

Makhluk Kecil Rapuh dan Manusia

Updated: Jan 23, 2024

Mungkin, ini akan terasa sedikit berlebihan. Tapi, pernahkah merasa bersalah ketika kamu membunuh seekor nyamuk yang berada di satu ruangan denganmu? Padahal nyamuk-nyamuk itu nakal sekali, menggigit dan mengambil hanya sebagian kecil sekali darahmu untuk Ia gunakan bertahan hidup. Tapi, sebesar apa pun rasa bersalah yang timbul, kamu tetap saja melayangkan alat sengat listrik itu dan menghabisi banyak sekali dalam koloni pada hitungan menit, apalagi yang paling gemuk, senang sekali kamu mengejarnya. Sebenarnya, kamu juga sering sejahat itu mengambil hak hidup makhluk lain yang jika dipikirkan, tak terhitung lagi jumlahnya.


Kadang sering bersedih, ketika pada akhirnya kamu membunuh semut-semut merah yang pedas sekali menggigit kulitmu, padahal kulitmu sering sensitif terhadap gigitan hewan-hewan kecil semacam itu. Bukannya refleks, entah mengapa kamu satu dua kali ingin saja membunuh semut yang menurutmu telah bersalah dan perlu diadili dengan balasan pembunuhan, padahal bisa saja itu hanya sebuah bentuk perasaan was-was atau pertahanan diri si semut terhadap makhluk yang jauh sekali lebih besar dari pada dirinya.


Lalu tragedi ketika kamu ingin menyelamatkan seekor hewan kecil yang berada di atas genangan air, bukannya sukses menolong, tangan-tangan kasarmu malah melukai tubuh lemahnya dan bisa jadi membuatnya cacat seumur hidup, padahal hidupnya tak sepanjang hidup manusia. Bukanya merasa lega, kamu kerap kali menyesali perbuatanmu, pertolongan yang kamu berikan malah sering kali menjadi bencana yang lebih besar untuk hewan kecil yang memang sudah malang itu, menurutmu. Haruskah kamu membiarkan dunia kecil itu tak tersentuh agar bisa berjalan biar adanya? Walau kamu pada akhirnya harus melihat seekor makhluk hidup yang terlihat kelelahan berusaha membuat tubuhnya mengambang tak bisa-bisa mencapai daratan.


Kamu juga menyayangkan ketika suatu ketika satu hingga dua ekor capung memasuki rumahmu. Hewan malang itu tak tahu, kalau setiap cahaya indah yang dilihatnya begitu menyilaukan, akan membawanya ke dalam ruangan yang pada akhirnya menjebaknya hingga mati. Makhluk hidup yang begitu naif, pikirmu. Memuja keindahan dan tak peduli dengan keselamatan. Sekalipun kamu telah menyelamatkan, sayap-sayap rapuh yang berusaha kau genggam perlahan itu tetap kembali menuju cahaya semu. Padahal tak ada air juga makanan yang bisa menyambung hidupnya. Di detik ini, kamu sempat sedikit sekali berpikir matikan saja seluruh listrik, lalu kemudian kewarasanmu menyadari kalau hal-hal seperti itu hanya menjadi tak bisa dimengerti oleh lainnya.


Sengaja atau tidak, kamu tanpa sadar telah melenyapkan banyak sekali kehidupan yang sejak awal memang telah terabaikan. Padahal, kamu tidak boleh hanya menjadi manusia sempit yang menilai kehidupan dari besar dan kecil sebuah ukuran. Sering kamu membayangkan apa rasanya menjadi makhluk yang begitu kecil dan tak pernah diperhitungkan, padahal tetap saja ada nyawa yang Tuhan tiupkan ke dalam raga ringkihnya. Jutaan kehadiran yang jika disatukan menjadi salah satu penopang kehidupan lainnya di muka bumi, namun suka sekali kamu menjadi seakan tak peduli.


Dan belajar dari hal-hal kecil yang kamu sering perhatikan dengan detail, atas barisan semut-semut yang merayap di halaman rumahmu, mereka yang berjalan lebih teratur dari pada dirimu sendiri. Makhluk kecil yang tak bisa dibandingkan dengan manusia itu telah mengajarkan banyak sekali hal yang bernilai walau tak pernah dinilai.


Lalu, kuharap dan semoga, kamu menjadi manusia lembut yang pandai berhitung dalam membuat setiap keputusan, juga langkah kaki yang menjadi lebih berhati-hati.


-drh


 
 
 

Comentarios


bottom of page